Menumbuhkan Kesadaran Diri


Menumbuhkan Kesadaran Diri

Oleh : Nazirman, S.Ag, M.A

Abstrak

Consciousness is a condition of mentality or attitude of the soul to realize, understand, know and understand what is in the mind and heart as well as the reason for doing something. The level of consciousness of every human being will affecting  to the  quality of life and self-esteem as a social being. Self-awareness is also called the idea themselves and contribute to the success in putting yourself naturally. Cultivating self-awareness can be done through a variety of popular activities in Islam known as muhasabah alannafs.

Keyword: Kesadaran,  muhasabah

 A.     Pengertian

Kalimat “kesadaran” berasal dari kata-kata “sadar”. Kata ini kamus besar Bahasa Indonesia memiliki pengertian insaf, tahu dan mengerti, ingat kembali. Lebih lanjut kata dasar sadar tersebut dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari seperti menyadari, menyadarkan dan penyadaran. Semua ungkapan tersebut memiliki konotasi yang berbeda sesuai dengan perubahan kalimat dasar yang digunakan.

Kalimat “menyadari” dapat diartikan sebagai upaya dan usaha dalam menginsafi, mengetahui atau menyadari kembali. Menyadarkan berarti menjadikan (menyebabkan) seseorang sadar, menginsafkan, dan mengingatkan atau ingatan kembali(siuman). Penyadaran proses, cara, perbuatan yang menyadarkan. Kesadaran merupakan keadaan kensifan, mengerti atau hal yang dirasakan atau dialami oleh seseorang.

Dari makna sadar, kesadaran, menyadari dan penyadaran maka sadar adalah suatu tujuan yaitu lahirnya keinsafan, tahu dan mengerti dan ingatan kembali. Kesadaran merupakan situasi atau hasil dari kegiatan menyadari sedangkan penyadaran  merupakan proses untuk menciptakan suasana sadar.

Sadar diri dimaknai dengan tahu diri. Tahu diri merupakan kondisi dimana seseorang mengenal hal ihwal diri serta mampu menempatkan diri sesuai dengan fungsi dan posisi yang tepat. Oleh karena itu orang yang tahu diri adalah orang yang mampu dan sanggup membawakan diri ditengah-tengaah kehidupan dan tidak mengalami kesulitan pada penerimaan orang lain akan berbagai kondisi dirinya.

 Dengan demikian yang dimaksud dengan penyadaran adalah semua proses dan tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam mengembalikan atau menciptakan keinsafan, mengetahui sesuatu, dan mengembalikan ingatan pasien/klien setelah suasana tersebut dipengaruhi atau hilang oleh faktor penyakit atau karena sebab lain.

B.     Teori dan konsep kesadaran

Kegiatan penyadaran untuk menciptakan kesadran dalam konseling dan terapi dikenal dengan istilah Eksistensial Humanistik. Teori Esksistensial Humanistik dipelpori oleh Carl Rogers. Teori ini mengedepankan aspek kesadaran dan tanggung jawab. Menurut konsep ini manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri. Semakin kuat kesadaran diri itu pada seseorang, maka akan semakin besar pula kebebasan yang ada pada orang itu(Gerald Corey, 2007: 54).

Kesanggupan untuk memilih berbagai alternatif yakni memutuskan sesuatu secara bebas di dalam kerangka pembatasnya adalah sesuatu aspek yang esensial pada manusia. Kebebasan memilih dan bertindak itu disertai dengan tanggung jawab. Konsep ini juga menekankan bahwa manusia bertanggung jawab atas keberadaan dan nasibnya.

Dalam penerapannya  konsep terapi ini ditujukan untuk meningkatkan kesadaran—kesanggupan seseorang dalam mengalami hidup secara penuh sebagai manusia. Pada intinya keberadaan manusia, membukakan kesadaran bahwa  :

  1. Manusia adalah makhluk yang terbatas, dan tidak selamanya mampu mengaktualkan potensi-potensi dirinya
  2. Manusia memiliki potensi mengambil atau tidak mengambil suatu tindakan
  3. Manusia memiliki suatu ukuran pilihan tentang tindakan-tindakan yang akan diambil, karena itu manusia menciptakan sebagian dari nasibnya sendiri.
  4. Manusia pada dasarnya sedirian, tetapi memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain; manusia menyadari bahwa terpisah tetapi juga terkait dengan orang lain.
  5. Makna adalah sesuatu yang tidak diperoleh begitu saja, tetapi merupakan hasil pencarian manusia dan dari penciptaan tujuan manusia yang unik.
  6. Kecemasan eksistensial adalah bagian hidup esensial sebab dengan meningkatnya kesadaran atas keharusan memilih, maka manusia mengalami peningkatan  tanggung jawab atas konsekuensi-konsekuensi tindakan memilih.
  7. Kecemasan timbul dari penerimaan ketidakpastian masa depan.

Manusia bisa mengalami kondisi-kondis kesepian, ketidakbermak-naan, kekosongan, rasa berdosa, dan isolasi, sebab kesadaran  adalah kesanggupan yang mendorong kita  untuk mengenal kondidi-kondisi tersebut.( Gerald Corey, 2007: 65).

Kesadaran dalam Islam merupakan hal yang sangat penting untuk diciptakan. Hal ini diseababkan kesadaran itu diperlukan untuk mencapai siatuasi kehidupan yang lebih baik. Inti dari hidup sesungguhnya kesadaran diri. Setiap diri  semestinya menyadari akan eksistensinya sebagai manusia di samping sebagai hamba Allah dan khalifah di muka bumi. Oleh karena itu semestinya setiap diri memiliki kesadaran yang tinggi dikaitkan dengan tujuan hidup, tugas hidup, tantangan hidup, teman hidup, lawan hidup, perbekalan hidup dan berakhirnya kehidupan.

Dari segi tujuan hidup, manusia diciptakan hanyalah untuk beribadah kepadanya dan menjadi khalifah di muka bumi. Beribadah kepada Allah (abdi) dilakukan dengan penuh keihlasan dalam penghambaan.(Qs. Az-Zariyat: 56, Al-Bayyinah: 5). Prinsip beribadah dalam menjalankan kehidupan akan mendorong manusia untuk selalu berbuat optimal dan terhindar dari perasaan terpaksa dan memberatkan. Begitu pula halnya sebagai khalifat yang ditugaskan untuk mengatur dan menata kelola kehidupan di bumi dengan cara-cara yang dirdhoi Allah swt yakni dengan kasih sayang dan keadilan serta  menjadi rahmat bagi sekalian alam.

Kehidupan ini juga perlu disadari bahwa ia juga memiliki tantangan. Tantangan hidup adalah bagaimana bisa menundukkan kehidupan dunia yang serba gemerlap untuk kepentingan akhirat. Kehidupan juga memiliki tantangan yang begitu hebat yaitu mengusahakan kemaksiatan dan kejahatan serta perlanggaran menjadi kebaikan, kesalehan dan ketaatan. Bagaimana kemalasan yang ada dalam diri berubah menjadi pribadi yanh ulet, inisiatif, produktif dan sebagainya

Perlu pula disadari bahwa hidup ini membutuhkan bantuan dan andil orang lain. Hal ini dikarenakan manusia makhluk sosial atau bermasyarakat. Sebagai makhluk sosial dapat diartikan bahwa sosial memiliki makna kemampuan dan kesanggupan diri untuk menempatkan diri pada diri dan orang lain sesuai dengan kaedah yang berlaku. Kemampuan dalam menempatkan diri sangat dipenggaruhi oleh sejauhmana kemampuan dan kesanggupan diri dalam mengenali diri dan orang lain, memahami dan menerima keterbatasan dan kelebihan diri dan orang lain yang memiliki karakter yang berbeda.

Kesadaran yang perlu dimiliki oleh setiap diri adalah siapa yang menjadi musuh dan kawan dalam hidup. Musuh dalam konteks al-Qur`an khususnya bagi orang beriman adalah setan dan orang-orang kafir. Karena setan berupaya menggoda dan menyesatkan manusia dari kebenaran dan orang kafir menghalangi orang-orang beriman untuk tunduk di jalan Tuhan. Orang kafir (Yahudi dan Nashara) selama-lamanya tidak akan pernah senang terhadap orang beriman selagi belum mengikuti  millah mereka. (Qs.al-Baqarah ayat 120). Sementara itu kawan adalah orang mukmin.( Qs. Al-Hujurat: 10) yang satu sama lain harus hidup dalam tolong menolong, saling mengingatkan dengan kebenaran dan kesebaran serta dengan kasih sayang.

Selanjutnya perlu pula disadari bahwa hidup ini hanyalah sebentar dan akan kembali kepada Tuhan. Oleh karena itu kehidupan sesaat juga akan diminta pertangungjawabannya kelak di akhirat tentang apa yang telah dibuat selama hidup di dunia dan untuk perbekalan hidup di kampung akhirat.

Semestinya setiap orang harus mampu memanfaatkan kehidupan yang sesaat itu untuk menciptakan kehidupan bermakna dan menguapayakan terciptanya kondisi hidup yang penuh dengan kedamaina. Kedamaian hidup bisa diraih ketika kesedihan dan kesengsaraan batin bisa dihindari. Terkait dengan hal ini `Aidh Al-Qarni menulis buku La Tahzan Innallaha Ma`ana . Agaknya karya beliau ini bisa menjadi bacaan untuk mempertahankan nilai-nilai kesadaran diri dengan meminimalisir kesedihan.

Kesedihan menurut `Aidh al-Qarni (2004: 161) bisa dihilangkan dengan keredhaan hati.Keridhaan akan menciptakan ketenangan, hati yang dingin, ketegaran  dalam menghadapi syubuhat, ketegaran dalam menghadapi berbagai permasalahan yang tumpang tindih dan muncul deras sekali. Hati yang ridha akan yakin sepenuhnya kepada janji Allah dan rasul-Nya. (2004:374).

Ibnu Qayyim dalam `Aidh (2004: 216) mengemukakan bahwa cara membuat hati menjadi damai dan lapang yaitu melalui tauhid.  Dengan kebersihan dan kesucuian tauhid itu bisa membuat hati menjadi lapang, jauh lebih luas dari dunia dan isinya.

Disamping itu kelapangan hati diperoleh dengan cara mengulurkan tangan untuk berbagi dengan sesama melalui sedekah. Sedekah membuat hati menjadi lapang. Sebab apa yang diberikan kepada orang lain akan mendatangkan kebahagiaan. Sebaliknya belenggu yang mengikat jiwa adalah bagian dari belenggu yang mengikat tangan. Orang-orang kikir adalah yang paling sesak dadanya dan sempit akhlaknya.(`Aidh, 2004:230).

Kesadaraan; seperti penjelasan di atas  berarti sifat atau karater alias tabiat atau kecenderungan diri untuk tetap tahu, mengerti dan memahami serta menerima keadaan yang dialami. Seorang pasien atau klien dikatakan sadar apabila ia mengerti, memahami serta tahu dengan kondisinya.Tingkat kesadararan seseorang terhadap kondisi yang dihadapinya akan mempengaruhi tingkat kesehatan dan kemauan untuk mengambil tindakan. Oleh karena itu kesadaran merupakan kondisi jiwa dimana seseorang mengerti dengan jelas apa yang ada dalam fikirannya dan paham dengan apa yang sedang dilakukannya.

Penerapan nilai-nilai kesadaran dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan layanan seperti orientasi, informasi, refleksi, introsfeksi, meditasi yang bermuatan tentang proses menyadari akan tujuan hidup, peran dan tanggung jawab sebagai hamba dan kahalifah, sadar akan kelebihan dan kekuarangan diri, sadar bahwa sakit cepat datang dan lambat pergi, sadar bahwa setiap penyakit yang dialami diturunkan juga obat penawarnya. Serta sadar bahwa semua akan berakhir.

Istilah lain perenungan diri dalam Islam dikenal dengan muhasabahyaitu proses mengingat, merenungi, menghayati dan melakukan evaluasi tentang apa yang telah dilakukan untuk perbaikan kedepan. Ke depan atau besok dapat dipahami sebagai hari yang akan dilalui serta lebih fokus lagi pada persiapan kehidupan yang lebih abadi yakni perbelakan untuk kehidupan akhirat. Hal ini ditegaskan oleh Allah dalam Firman-Nya pada surat al-Mukminun ayat 115 dan al-Ankabut ayat 2:

“Maka Apakah kamu mengira, bahwa Sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada kami?”( Qs. Al-Mukminun: 115)

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? dan Sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, Maka Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan Sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta” .(Qs. Al-Ankabut :2-3)

 C.     Indikator Kesadaran

Dari penjelasan di atas dapat dikemukakan indikator  yang dijadikan identitas atau karakteristik dari kesadaran atau tanda-tanda khusus dari kesadaran antara lain.

a)       Tahu dan mengerti dengan apa yang diucapkan dan yang dilakukan

b)      Bertanggung jawab

c)      Sanggup menerima amanah

d)      Mengenal dan memahami serta menerima diri dengan berbagai bentuk kelebihan dan kekurangan

e)      Memiki kesiapan dalam menjalani kehidupan dan mengerti resiko yang akan dihadapi sebagai konsekuensi logis dari tuntutan kehidupan

D.     Proses Menumbuhkan Kesadaran

Salah satu cara menumbuhkan kesadaran dalam persfektif Islam melalui proses Muhasabah. Muhasabah dalam perspektif sufi upaya memperhitungkan atau mengevaluasi diri. Muhasabah (kalkulasi diri) digunakan sebagai upaya dalam mencapai tingkat ketenangan diri( Ahmad Mubarok:2005: 31).

  Muhasabah dilakukan setelah beramal. Muhasabah juga diartikan sebagai kegiatan mengingat, merenungi, menyadari  atau  mengevalusai aktivitas untuk merancang masa depan yang lebih baik.

Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam surat al-Hasyar  ayat 18

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(Qs. Al-Hasyar : 18)

 

Muhasabah menurut Haris al-Muhasibi (200: 97) diartikan dengan upaya mengenali diri (ma`rifatunnafs). Mengetahui diri dimaksud adalah mengetahui kecenderungan tabiat dan keinginannya, mengetahui segala bentuk kelemahan dan kekuatan diri. Merenungi apa yang telah diperbuat, berapa banyak kelalaian yang telah diperbuat dan sebagainya. Materi muhasabah bisa dikaitkan kepada proses merenungi apa dan siapa kita? Untuk apa kita ke dunia? Apa yang perlu kita siapkan? Kemana akhir kehidupan kita?

Pemaparan di atas dapat dipahami bahwa hakikat penyadaran  merupakan suatu proses pemahaman diri(sadar) dengan indikator mampunya seseorang untuk tahu, kenal, mengerti dengan apa yang sedang dirasakan, dipikirkan dan dilakukan.

Dikaitkan dengan kondisi sakit “semakin tinggi tingkat kesadaran seseorang terhadap keluhan penyakit yang dideritanya, maka akan lebih cepat penenangan dan kesiapannya dalam menghadapi resiko sakit yang dialaminya”.

Proses penyadaran dapat diamatai dari berbagai kegiatan antra lain:

1)      Melakukan terapi/intervensi rohani untuk memabangkitkan, menumbuhkan rasa insaf, tahu dan mengerti serta mengembalikan daya ingat pasien/ klien dengan arti dan hakikat serta realita sakit yang dideritanya.

2)      Pasien/ klien mengikuti program penyadaran

3)      Tingkat keberhasilan layanan dilihat sejauh mana pasien/klien mampu mengenali, memahami, menyadari, menerima serta mempertimbangkan sebab dan akibat dari sakit yang dihadapi serta kembalinya daya ingat (siuman) dari kondoisi tidak sadar. Karena hakikat sadar atau kesadaran adalah lahirnya kondisi dimana seseorang mengerti dan tahu dengan apa yang ada dalam fikiran dan yang dilakukannya.

Kegiatan penyadaran di Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Padang (Nazirman: 2012:       ) dilaksanakan dalam berbagai bentuk kegiatan yang diberikan Ruhis kepada pasien/klien seperti muhasabah, tausiayah waktu visite ruangan atau via radio mini.

Muhasabah yang dilakukan amat sederhana namun mengesankan bagi pasien. Muhasabah dilakuan dengan mengajukan pertanyaan sederhana yang membutuhkan perenungan mendalam bagi pasien/klien. Pertanyaan dalam muhasabah yang sering diajukan Ruhis pada pasien misalnya” Berapa usia Bapak/Ibu/Sdr sekarang? Berapa lamanya Bapak/Ibu/ Sdr dirawat?. Jika dibandingkan lama sehat dengan lama sakit serta dirawat, pantaskah kita mengeluh dan menyalahkan diri atau mengupat Tuhan?

Penyadaran(muhasabah) berdasarkan pengamatan penulis dilakukan pada setiap kali kunjungan ke ruangan inap pasien. Di antara ungkapan penyadaran yang diberikan Ruhis kepada pasien/klien adalah hidup kita adalah hamba Allah, Allahlah yang memiliki kita, Allah berkehendak terhadap diri kita, Dia berkuasa atas kehidupan kita.

Dialah yang menurunkan penyakit dan Dia pulalah yang mengadakan obatnya. Tidaklah diturunkan suatu penyakit melainkan Allah juga menurunkan penawarnya. Tugas kita hanyalah mengobati yang sakit. Allah sudah mengingatkan bahwa “Apabila aku sakit Dialah yang menyembuhkannya”. Sakit itu banyak hikmahnya. Di antara hikmahnya adalah sebagai penghapus dosa dan kesalahan, sebagai teguran disaat kita terlanjur melangkah, sebagai ujian dan penguat keyakinan.

Metode Penyadaran

Metode penyadaran yang dilakukan Ruhis antara lain menggunakan teknik muhasabah atau introspeksi diri di samping melatih daya ingat ingat pasien terhadap apa yang sedang dialaminya dan bagaimana kronologis keluhannya serta kondisi yang diharapkan. Di samping itu Ruhis juga menggunakan teknik taubat untuk meringankan beban-beban psikologis.

Prosedur  Penyadaran

Aplikasi layanan Ruhis dalam melakukan proses penyadaran melalui prosedur atau tahapan kerja antara lain melakukan identifikasi masalah pasien/klien, melakuakan intervensi (pengobatan) dan evaluasi.

Hasil Penerapan

Hasil penyadaran yang dilakukan Ruhis sangat berarti bagi pasien dan keluarga serta petugas rumah sakit. Berdasarkan pengamatan dan wawancara penulis (21 Mei 2012) kepada pasein ketika dan pascapenyadaran, penulis melihat terjadi perubahan yang signifikan pada diri klien. Penyadaran mengurangi tingkat kegelisahan dan ketidak pastian bahkan mengurangi kadar kecemasan pada diri pasien. Fenomena ini terjadi di Ruang Rawat Inap Zam-Zam dengan pasien Ibu MZ(inisial), 80 tahun.

Berdasarkan pengamatan kondisi pasien sebelum dan sesudah dapat layanan sebagai berikut:

Tabel.3.12

Kondis sebelum layanan Sesudah mendapat layanan
  1. Pasien menolak  keada-an dirinya dan tidak percaya bahwa dia sedang sakit
  2. Pasien merasa diabaikan oleh anak cucu
  3. Pasien merasa dirinya berada dalam keadaan bernajis dan tidak layak melaksanakan ibadah.
  1. Pasien menerima dan sadar bahwa dia sedang sakit
  2. Pasien menyadari keti-dakhadiran anggota ke-luarga (anak cucu) dika-renakan kesibukan dan tempat yang berjauhan
  3. Mengerti kondisi darurah tidak menjadi penghalang terlaksananya kegiatan ibadah selama sakit.

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap perubahan yang signifikan pada diri pasien/klien menunjukkan bahwa kegiatan terapi dalam bentuk penyadaran yang dilakukan Ruhis ternyata sangat penting dan sangat membantu dalam percepatan penyembuhan psikologis religius pasien.

 

 

 E.     Kesimpulan

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kesadaran merupakan buah dari proses penyadaran dimana setiap orang dapat dikatakan sadar apabila dia mampu mengerti, memahami, mengetahui apa yang ada dalam fikiran dan perasaannya serta apa yang sedang dikerjakannya.

Untuk memelihara tingkat kesadaran dalam ajaran Islam  dikenal dengan istilah muhasabah—melakukan perenuingan, perhitungan, kokulasi dan menginggat apa yang telah, sedang dilakukan untuk menghadapi kehidupan masa yang akan datang.

 

 DAFTAR BACAAN

Abi Abdullah al-Haris al-Muhasibi, Al- Masailu fi a`maliil quluubi wal Jawarih, Bairut: Dar al-Kitab  Ilmiyah, 2000

Achmad Mubarok, Meraih Kebahagiaan dengan Bertasawuf(Pendakian menuju Allah), Jakarta: Paramadina, 2005

Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi,(Bandung: Refika Aditama, 2007), Edisi kedua

`Aidh al Qarni, La tahza( Jangan bersedih), terjemahan,Jakarta: Qisth Press, 2005

Nazirman, Penerapan Fungsi Terapeutik Layanan Konseling Islam di RSI Ibnu Sina Padang,(Tesis), Padang: 2012

2 comments on “Menumbuhkan Kesadaran Diri

Tinggalkan komentar